CONTOH PERILAKU BISNIS YANG MELANGGAR ETIKA (Diskriminasi Gender, Konflik Sosial, Masalah Polusi)
1 DESKRIMINASI GENDER
Contoh Kasusnya :
Beberapa
penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan,
di antaranya :
Pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam
masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada
perempuan (ideologi patriaki).Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi
perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah
utama dan tak pantas melakukannya. Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan
yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum
mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang
Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa
tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita
dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan
mempunyai anak.Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal
manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan
tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita
adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada
laki-laki.
2 . KONFLIK SOSIAL
Contoh Kasusnya :
Para buruh yang dipekerjakan PT Nindya Karya di
Meranti yang membangun jembatan Selat Rengit di Kabupaten Kepulauan Meranti,
menggelar aksi demo. Mereka menuntut gaji yang sudah 2 bulan tak dibayarkan
perusahaan. Demo yang berlangsung Jumat (4/7) di Kantor perwakilan PT Nindya
Karya (PT NK) Jalan Kelapa Gading, Kota Selatpanjang dengan menduduki kantor
perwakilan. Aksi damai puluhan pekerja proyek menarik perhatian warga.
Menanggapi aksi puluhan
pekerja, Manajemen Lapangan Rasidi didampingi Egi, Pengawas Pekerjaan Proyek
JSR dan Pelabuhan Internasional dari PT Nindya Karya menjelaskan, keterlambatan
pembayaran gaji yang dipersoalkan para pekerja itu tak lain adalah dikarenakan
keterlambatan termin dari Pemerintah Daerah (Pemda).Sedangkan proyek Pelabuhan
Internasional di Dorak Kota Selatpanjang yang dikerjakan PT NK-Gelingding Mas
merupakan pembangunan yang dilakukan melalui program sharing anggaran antara
APBD Kepulauan Meranti dan APBN yang digadang-gadang untuk menunjang
perekonomian rakyat. Namun pada nyatanya, Kedua proyek berkelas ini, jauh
dari harapan sebagaimana yang dikoar-koarkan ke masyarakat.Buktinya sudahlah
jauh dari harapan penyelesaian. Pihak pelaksana proyek yang katanya perusahaan
ternama itu juga seperti tak lagi mampu bayar gaji pekerja yang rata-rata anak
pribumi Meranti.
Meski begitu, kata Egi,
pihak perusahaan optimis bisa secepatnya menyelesaikan persoalan tersebut,
bahkan, dijanjikan pada Senin (7/7) mendatang, sang pemilik perusahaan itu
sendiri akan turun ke Meranti.
Harapannya, para pekerja
dapat melanjutkan pekerjaan, terutama di jembatan Selat Rengit yang saat ini
banyak bahan pembangunan yang perlu dibongkar dari kapal.pihak PT Nindya Karya
juga mempertaruhkan alat-alat berat mereka yang ada dilokasi sebagai jaminan.
Analisis
:
Kasus diatas tergolong dalam
pelanggaran keadilan komutatif- Teori Adam Smith, karena menyangkut hubungan
horizontal antara warga yang satu dan warga yang lain, dalam hal ini antara pihak
PT Nindya Karya dengan para buruhnya.
Prinsip dalam keadilan komutatif menuntut agar semua orang menepati apa
yang telah dijanjikannya, termaksud dalam hal pemberian imbalan, upah, atau
gaji bagi para pekerjanya dan menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga satu dengan
yang lainnya tidak boleh ada pihak yg dirugikan hak dan kepentingannya.
3. MASALAH POLUSI
Contoh Kasusnya :
Mengenai lumpur
lapindo
ULASAN DARI
SISI ETIKA BISNIS
Kelalaian yang
dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyebab utama meluapnya lumpur panas
di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo mulai berdalih dan seakan enggan untuk
bertanggung jawab.Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh
PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT.
Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan
kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan
kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Eksploitasi besar-besaran yang
dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala
cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung
jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset
mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan
dan sosial yang mereka timbulkan. Hal yang sama juga dikemukakan miliuner Jon
M. Huntsman, 2005 dalam bukunya yang berjudul Winners Never Cheat. Dimana ia
mengatakan bahwa kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha
yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Tidak hanya itu,
dalam sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance Group,
Komentar
Posting Komentar